KPK: Hampir Dari 61 Persen Koruptor Adalah Aktor Politik
Pojok Pos. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menggelar Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) 2018 di Jakarta pada 4 Desember 2018. Berbeda dengan kegiatan serupa sebelumnya, dalam KNPK ke-13 ini, KPK menempatkan partai politik sebagai perhatian utama dengan mengusung tema 'Mewujudkan Sistem Integritas Partai Politik di Indonesia'.
"Ini merupakan KNPK pertama setelah dilaksanakan 12 kali sebelumnya yang menempatkan Partai Politik sebagai perhatian utama," kata Jubir KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Jumat (23/11).
Febri menjelaskan alasan KPK menjadikan partai politik sebagai perhatian utama dalam KNPK tahun ini. Dipaparkan, sejak berdiri, KPK telah menjerat 891 koruptor. Dari jumlah tersebut, sebanyak 61,17 persen di antaranya atau 545 koruptor yang ditangani KPK berasal dari unsur politik.
"Jika dibaca dari data penanganan perkara KPK, sampai hari ini sekitar 61,17% orang pelaku diproses dalam kasus korupsi yang berdimensi politik," katanya.
Febri membeberkan 545 aktor politik yang dijerat KPK terdiri dari 69 orang anggota DPR-RI, 149 orang anggota DPRD, 104 Kepala Daerah. Selain itu terdapat 223 orang pihak lain yang terkait dalam perkara tersebut.
"Pihak yang terkait di sini adalah pihak yang bersama-sama melakukan korupsi atau dalam perkara yang sama dimana aktor politik terjerat korupsi," jelasnya.
KPK menyesalkan banyaknya aktor politik yang terjerat korupsi. Korupsi di sektor politik ini merupakan salah satu faktor yang membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia stagnan. Untuk itu, KPK berharap tak ada lagi politikus yang terjerumus melakukan tindak pidana korupsi.
"Data CPI Indonesia Tahun 2017 yang dirilis oleh Transparency International (TI) Tahun 2017 pun menunjukkan stagnasi IPK Indonesia di angka 37 salah satunya disebabkan turunnya indeks PERC (Political and Economic Risk Consultancy) hingga 3 poin," ungkapnya.
Apalagi, tahun depan digelar Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Momen politik tersebut menempatkan partai politik dalam posisi yang strategis.
"Selain karena Parpol sebagai satu-satunya pengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, para calon yang akan mengisi kursi DPR dan DPRD juga berasal dari partai politik," katanya.
Dengan sistem pemilu saat ini, 16 Parpol yang akan mengikuti kontestasi politik di tahun 2019 dinilai KPK berperan penting untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat serta presiden dan wakil presiden yang berkualitas dan berintegritas yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan. Untuk itu, selain imbauan pada para penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi, pembangunan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) menjadi salah upaya yang penting dilakukan.
"Karena itulah, berdasarkan hasil kajian KPK bersama LIPI, KPK merekomendasikan agar dibangunnya Sistem Integritas Partai Politik yang merupakan perangkat kebijakan yang dibangun oleh partai politik untuk menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas dan meminimalkan risiko korupsi politik dan penyalahgunaan kekuasaan," paparnya.
Berdasar kajian terkait partai politik, KPK mengidentifikasi empat persoalan utama yang menyebabkan kurangnya integritas parpol. Empat persoalan itu, yakni tidak ada standar etika politik dan politis, sistem rekrutmen yang tidak berstandar, sistem kaderisasi berjenjang dan belum terlembaga.
"Keempat, kecilnya pendanaan partai politik dari pemerintah," paparnya.
Dikatakan, KPK telah bertemu dan membahas soal SIPP ini dengan perwakilan 16 partai politik di Gedung KPK pada Kamis (22/11). Sebagai tindak lanjut dari pertemuan dan diskusi kemarin, KPK mengundang seluruh ketua umum partai untuk hadir dalam KNPK ke-13 dan berdiskusi dalam upaya pemberantasan korupsi terutama di sektor politik.
"Kehadiran unsur Pimpinan Parpol dan komitmen yang utuh untuk melakukan perbaikan ke dalam sangat diperlukan untuk mengukuhkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.
"Ini merupakan KNPK pertama setelah dilaksanakan 12 kali sebelumnya yang menempatkan Partai Politik sebagai perhatian utama," kata Jubir KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Jumat (23/11).
Febri menjelaskan alasan KPK menjadikan partai politik sebagai perhatian utama dalam KNPK tahun ini. Dipaparkan, sejak berdiri, KPK telah menjerat 891 koruptor. Dari jumlah tersebut, sebanyak 61,17 persen di antaranya atau 545 koruptor yang ditangani KPK berasal dari unsur politik.
"Jika dibaca dari data penanganan perkara KPK, sampai hari ini sekitar 61,17% orang pelaku diproses dalam kasus korupsi yang berdimensi politik," katanya.
Febri membeberkan 545 aktor politik yang dijerat KPK terdiri dari 69 orang anggota DPR-RI, 149 orang anggota DPRD, 104 Kepala Daerah. Selain itu terdapat 223 orang pihak lain yang terkait dalam perkara tersebut.
"Pihak yang terkait di sini adalah pihak yang bersama-sama melakukan korupsi atau dalam perkara yang sama dimana aktor politik terjerat korupsi," jelasnya.
KPK menyesalkan banyaknya aktor politik yang terjerat korupsi. Korupsi di sektor politik ini merupakan salah satu faktor yang membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia stagnan. Untuk itu, KPK berharap tak ada lagi politikus yang terjerumus melakukan tindak pidana korupsi.
"Data CPI Indonesia Tahun 2017 yang dirilis oleh Transparency International (TI) Tahun 2017 pun menunjukkan stagnasi IPK Indonesia di angka 37 salah satunya disebabkan turunnya indeks PERC (Political and Economic Risk Consultancy) hingga 3 poin," ungkapnya.
Apalagi, tahun depan digelar Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Momen politik tersebut menempatkan partai politik dalam posisi yang strategis.
"Selain karena Parpol sebagai satu-satunya pengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, para calon yang akan mengisi kursi DPR dan DPRD juga berasal dari partai politik," katanya.
Dengan sistem pemilu saat ini, 16 Parpol yang akan mengikuti kontestasi politik di tahun 2019 dinilai KPK berperan penting untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat serta presiden dan wakil presiden yang berkualitas dan berintegritas yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan. Untuk itu, selain imbauan pada para penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi, pembangunan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) menjadi salah upaya yang penting dilakukan.
"Karena itulah, berdasarkan hasil kajian KPK bersama LIPI, KPK merekomendasikan agar dibangunnya Sistem Integritas Partai Politik yang merupakan perangkat kebijakan yang dibangun oleh partai politik untuk menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas dan meminimalkan risiko korupsi politik dan penyalahgunaan kekuasaan," paparnya.
Berdasar kajian terkait partai politik, KPK mengidentifikasi empat persoalan utama yang menyebabkan kurangnya integritas parpol. Empat persoalan itu, yakni tidak ada standar etika politik dan politis, sistem rekrutmen yang tidak berstandar, sistem kaderisasi berjenjang dan belum terlembaga.
"Keempat, kecilnya pendanaan partai politik dari pemerintah," paparnya.
Dikatakan, KPK telah bertemu dan membahas soal SIPP ini dengan perwakilan 16 partai politik di Gedung KPK pada Kamis (22/11). Sebagai tindak lanjut dari pertemuan dan diskusi kemarin, KPK mengundang seluruh ketua umum partai untuk hadir dalam KNPK ke-13 dan berdiskusi dalam upaya pemberantasan korupsi terutama di sektor politik.
"Kehadiran unsur Pimpinan Parpol dan komitmen yang utuh untuk melakukan perbaikan ke dalam sangat diperlukan untuk mengukuhkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.
Komentar
Posting Komentar